Mengapa Harus Mandor?
By Tanto Yakobus
Kamis (19/6) siang kemarin, saya terima surat dari rekan redaktur Borneo Tribune, H. Nur Iskandar, di kantorku. “Nah, ini surat undangan untuk dialog besok, jangan tak hadir,” kata Nuris—sapaan Nur Iskandar, sambil menyodorkan sebuah amplop surat warna putih kepadaku.
“Kok pakai surat segala, kitakan satu kantor dan saya pun sudah tahu”.
“Kita profesional boy,” ujarnya sambil berlalu
Aku pun buru-buru membuka surat tersebut, ternyata rencana dialog yang kami gagas akan menghadirkan satu dua orang sambil menunggu waktu siaran langsung Piala Eropa atau Euro 2008 itu, tidak seperti yang aku duga. Sederet nama tokoh tertera dalam lampiran surat undangan tersebut.
Mulai dari Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Zulfadhli, Kadisos dan pemberdayaan masyarakat, Kadir Ubbe, Kadis pendidikan, Ngatman, dan beberapa nama lagi yang mewakili birokrad. Lalu ada keluarga korban, sebut saja Gusti Suryansyah, Mardan Adiwijaya, Sultan Syarif Abubakar Alkadrie dan Gusti Hardiansyah.
Dari kalangan etnis yang diwakili oleh lembaga etnis macam Makarius Sintong dari DAD/MADN, Andreas Acui Simanjaya dan Eric S Martio dari MABT. Lalu dari dari MABM dan masih ada dari unsur etnis Zulfidar Zaedar Mochtar, dll.
Lalu ada juga sejumlah nama dari kalangan akademisi, Turiman Faturrachman, Yusriadi. Dari kalangan LSM, Yohanes Supriyadi, Budayawan, HA Halim Ramli, ada juga nama dari Komda HAM Kalbar, Edi Patebang, advokat juga hadir yang diwakili Dwi Syafriyanti. Dan para redaktur harian Borneo Tribune.
Dari sederet nama yang diundang dan telah menyatakan kehadirannya, saya yakin kualitas dialog yang membedah makna Hari Berkabung Daerah (BBD) akan berkualitas.
Sebab kapasitas dan kapabiltias orang-orang yang akan menghadiri dialog tersebut tidak diragukan lagi. Mereka sangat populer dan profesional di bidangnya masing-masing.
Sebagaimana yang pernah saya tuliskan dalam blog maupun versi cetak di koran-koran sebelumnya, siapa pun anak bangsa ini terutama di Kalimantan Barat harus memahami peristiwa Mandor secara utuh. Jangan sampai sepotong-sepotong, dan justru membelokkan sejarah sesungguhnya.
Semua punya andil dan harus mengetahui bahwa peristiwa Mandor layak diangkat di tingkat nasional. Sebab itu bagian dari perjuangan bangsa ini untuk memperoleh kemerdekaannya.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah, jangan sampai peristiwa Mandor diklaim sepihak, bahwa ada pihak lain yang tidak terlibat sama sekali dalam memperebutkan kemerdekaan tadi. Pada zaman itu, Jepang tidak memilih-milih korban yang akan dimusnahkan di Mandor, bukan hanya orang jerdik pandai saja yang dibopong ke “lubang raksasa” Mandor, tapi siapa pun yang bernapas saat itu dan tertangkap pasti di seret ke sana, dan itu tidak menimpa etnis tertentu. Singkat kata, siapa pun sapu bersih hingga hilang manusia satu generasi akibat kekejaman Jepang di Mandor tersebut.
Nah, dialog ini menurut hemat saya baik adanya, kita boleh mengeli lebih dalam makna peristiwa Mandor. Saya berharap pristiwa Mandor dapat memacu semangat kita untuk bersatu membangun Borneo Barat tercinta ini.
Tanggal 28 Juni yang ditetapkan sebagai HBD sudah di depan mata. Perjalanan waktu memang tidak terasa. Rasanya baru saja HBD ditetapkan oleh DPRD Provinsi Kalbar, dengan peraturan daerah (Perda) nomor 5 Tahun 2007.
Berdasarkan Perda tersebut maka pada 28 Juni 2007 diproklamirkan pemasangan bendera setengah tiang pertanda duka atas tewasnya sekitar 21.037 jiwa penduduk Kalbar akibat fasisme Jepang. Hari itu disebut Hari Berkabung Daerah (HBD).
Upacara HBD pada 28 Juni 2007 berlangsung sangat khidmat serta dihadiri lebih dari 1000 keluarga korban. Upacara ini terbesar dari yang pernah dilakukan untuk memperingati “Tragedi Mandor”.
Bagi siapa saja yang membaca blog ini, dan kebetulan sedang di Kota Pontianak, bolehlah menyumbangkan pemikirannya dalam dialog dimaksud. Sebagai salah seorang pengagas dialog, saya senang bila forum tersebut disesaki orang-orang yang punya komitmen baik terhadap sejarah maupun kemajuan Kalbar kedepan.
Hanya kitalah yang bisa menghargai jasa-jasa para pendahulu kita yang menjadi korban kegagasan Jepang di Mandor itu. Jadi kita jangan berharap Jepang menghargai jasa mereka, tapi kitalah yang menghargainya.?
0 komentar:
Post a Comment