Nonton Film Mr.Bond
Dwi
PR Narrative Reporting)
Mobil Avanza merah bernomor polisi 51 TI ini bergerak maju menuju keluar pelataran parkir mal A.yani, malam itu hampir pukul 22.00. Aku, adekku Catur, Mbak Andi serta ketiga mahasiswa Bonn University Dorina, Sina dan Mathias masih asik berdiskusi soal film James Bond yang baru saja kami saksikan dan tanggal 7 November yang lalu adalah kali pertama film tersebut dapat disaksikan di layar 21.
Nur Is sang pemilik mobil menyerahkan uang 2 lembar ribuan yang diserahkannya pada seorang petugas parkir, tak lama portal yang menghadang tepat di depan mobil yang kami tumpangi tersebut terbuka lebar.
Hiruk pikuk serta lalu lalang kendaraan di jalur utama kota Pontianak yang berada tepat di depan mal terbesar di Pontianak tersebut menyambut kami, dalam hitungan detik kami sudah menjadi bagian dalam keramaian kota di malam sabtu itu.
Mendahulukan film kesayangan yang diputar pada pukul 18.45 wib itu, membuat kami semua menunda makan malam, dan panggilan alam dengan rasa lapar memang tidak dapat ditunda lagi.
Bebek oh Bebek
Warung Cak Rempu tertulis di sebuah spanduk, biasanya warung itu mangkal tepat di depan sebuah rumah mewah milik mantan pejabat yang sudah tidak terawat, cat putih yang mendominsi rumah itu sudah berubah menjadi kehitam-hitaman, sekalipun demikian makan di warung bertenda tepat di sebagian halaman rumah mewah tak terurus itu terasa begitu nikmat, menu andalan tentu saja aneka pecel; ada pecel lele, pecel burung, pecel ayam pecel bebek dan soto yang sangat ‘makyus’ rasanya, dan tidak jarang warung itu menjadi tempat lahirnya ide-ide aku dan sahabat-sahabatku yang biasa menjadikannya tempat diskusi dalam soal apapun terutama soal Koran kami dan kegiatan-kegiatan Tribune Institute sampai tengah malam.
Tapi dalam beberapa bulan ini warung itu tiba-tiba menghilang...
Akhirnya..
Saya dan Nur Is berdiskusi soal dimana kami akan makan, dan seperti biasa sekalipun warung pecel lele yang menjadi langganan kami dalam beberapa bulan ini menghilang, tetap menjadi tujuan kami, padahal bisa saja kami menemukan warung pecel lele yang lain, tapi dengan alasan terlanjur jatuh cinta kami mau warung pecel lele itu.
Dengan rasa penasaran dan kerinduan pada bebek goreng favoritku itu kami menyusuri jalan tempat dimana warung pecel lele itu mangkal, mobil yang dikemudikan Nur Is bergerak lamban, dan kami belum menemukannya, “ hi lihat itu di belakang ada warung pecel lele “ adikku catur mencoba memecah kebingunga kami semua.
Akhirnya, pencarian berbulan-bulan itu membuahkan hasil, warung pecel lele itu dapat kutemukan, pemiliknya sama, masih dikawasan yang sama tapi berjarak hampir 300 meter ke arah Timur dari tempat sebelumnya. Berada di depan tanah kosong, di samping rumah mewah berwarna kuning. Sang pemilik warung beserta anak buahnya tersenyum manis pada kami, karena aku, catur dan Nur Is adalah langganan setia ”ini malam pertama kami buka kembali mbak”. ”Kenapa pindah?” tanyaku. Pemilik warung menjawab ”Rumah di situ sudah dikontrak orang mbak”.
Senyum manis sang pemilik warung, tak dapat menyembunyikan kegetiran bahwa dia baru saja kehilangan tempat mangkal yang sudah dikunjungi banyak pelanggan sebelumnya itu, di matanya ku tanggap bahwa dia juga tahu diri halaman rumah mewah itu bukan miliknya, sewaktu-waktu dia harus pergi.
Kami makan, melepas kerinduanku pada pecel bebek dan membebaskan kami semua dari rasa lapar. Malam makin larut, mungkin kurang dari setengah jam waktu eksekusinya Amrozi Cs 00.15, maka kami pun bergegas pulang dan kembali ke rumah untuk beristirahat.
Di perjalanan aku bertanya dalam hati, akan ku cari kemanakah lagi nanti warung pecel itu bila sewaktu-waktu pemilik tanah memanfaatkan miliknya, karena warung itu berdiri di pinggir jalan tepat di depan tanah kosong dan di samping rumah mewah berwarna kuning itu, tapi pikirku bahwa andai James Bond pun sempat mencicipi bebek goreng favoritku itu, dia akan senang hati datang dari London sana untuk membantuku menyelidiki ”hilangnya warung bebek gorengku....”.
0 komentar:
Post a Comment